PTPN I Regional 7 Diduga Lakukan Eksekusi Ilegal di Desa Natar, Puluhan Rumah Roboh Diiringi Tangisan Memilukan Warga

0

GASPOLNEWS.COM // Lampung Selatan – Konflik agraria di Desa Natar, Lampung Selatan, kembali memanas setelah pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 7 memaksakan untuk melakukan eksekusi yang diduga kuat ilegal terhadap rumah tinggal warga. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah penggunaan surat perintah pengosongan rumah lahan yang diduga diterbitkan oleh pengacara PTPN, bukan oleh pengadilan sebagaimana mestinya, Sabtu (04/01/2025). Saat ini para korban yang terdampak atas kesewenang-wenangan itu merasa dirugikan dan terintimidasi oleh tindakan sepihak PTPN I Regional 7 tersebut.


Penasehat hukum warga, Ujang Kosasi, S.H., mengatakan, “Kami dikirimkan surat perintah untuk mengosongkan lahan yang diduga dibuat oleh pengacara PTPN. Padahal sesuai hukum, surat semacam ini hanya boleh diterbitkan oleh pengadilan. Ini jelas melanggar aturan.”


Tim Advokasi masyarakat Desa Natar, Ujang Kosasi dan kawan-kawan, menjelaskan bahwa tindakan PTPN I Regional 7 bertentangan dengan prosedur hukum. “Surat perintah pengosongan lahan hanya sah jika diterbitkan oleh pengadilan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Surat dari pengacara tidak memiliki dasar hukum untuk memaksa warga meninggalkan rumahnya,” tegas Ujang Kosasi.

Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk intimidasi terhadap masyarakat kecil. “Ini bukan hanya masalah prosedur hukum, tetapi juga soal pelanggaran hak warga yang harus dilindungi,” imbuhnya.


Warga Desa Natar langsung mengadakan aksi protes sebagai respons atas eksekusi dan surat perintah yang tidak sah tersebut. Mereka menuntut agar PTPN I Regional 7 menghentikan segala aktivitas di lahan yang disengketakan dan meminta pemerintah untuk segera turun tangan.


“Kami tidak menolak dialog, tetapi kami menolak tindakan sewenang-wenang seperti ini. Kami minta perusahaan bertanggungjawab atas penderitaan yang kami alami,” kata salah satu warga yang rumahnya digusur.


Masyarakat Desa Natar juga mendesak Komnas HAM, Ombudsman RI, dan Pemerintah Pusat untuk menyelidiki kasus ini. Mereka berharap ada intervensi dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa prosedur hukum dijalankan dengan benar dan hak-hak warga dihormati.


“Kami meminta pemerintah hadir untuk melindungi kami. Jangan biarkan kami melawan sendiri perusahaan besar yang bertindak di luar hukum,” ujar warga Desa Natar yang akan digusur rumahnya.


Pihak PTPN yang ada di lokasi, ketika dikonfirmasi oleh awak media, tidak mau memberikan keterangan. Pengacara perusahaan yang ada di tempat, mengatakan tidak tahu tentang surat yang beredar.

Berdasarkan keterangan warga ada puluhan rumah yang dirobohkan oleh operator exsavator perusahan tanpa pemberitahuan dari pihak Perusahaan. Atas eksekusi ilegal yang terjadi hari ini, puluhan ibu-ibu menangis dan menumpahkan jeritan hatinya kepada awak media yang meliput.


Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, bersuara keras atas perilaku barbar perusahaan bersama para begundalnya yang melakukan tindakan sewengan-wenang terhadap rakyat Indonesia yang menjadi korban penggusuran illegal di Desa Natar tersebut. “Saya sangat prihatin dan mengutuk keras tindakan kriminal barbar dari sejumlah orang yang mengatasnamakan PTPN 1 Wilayah 7 merobohkan rumah-rumah masyarakat di Desa Natar yang terjadi hari ini. Perilaku tersebut jelas tidak menghargai rakyat sebagai pemilik negara dan pembayar pajak untuk membiayai negara agar tetap berdiri sebagai sebuah negara berdaulat. Ini harus diusut oleh aparat berwajib. Perobohan rumah warga tanpa prosedur hukum yang benar adalah tindakan kriminal dan harus diproses melalui mekanisme hukum pidana,” ujar alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu geram setelah mendapat laporan dari 40-an warga yang rumahnya digusur pada Sabtu, tanggal 4 Januari 2025 ini.


Wartawan senior yang dikenal sangat getol membela warga terzolimi ini selanjutnya mengatakan akan melaporkan segera aparat polisi yang terlihat membackingi perilaku brutal sejumlah orang yang diduga suruhan PTPN ke pihat berwenang. “Saya benar-benar sedih melihat warga yang menderita diperlakukan tak manusiawi oleh para begundal itu. Presiden Prabowo harus segera turun tangan membela rakyatnya. Jangan hanya pada pilpres saja bermanis-manis mengemis suara rakyat, tapi setelah jadi presiden malah melupakan mereka, tidak peduli nasib mereka diperlakukan semena-mena oleh pihak perampok tanah rakyat,” tegas Wilson Lalengke.


Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria di Indonesia. Pemerintah diminta untuk memastikan bahwa hak masyarakat kecil tidak terabaikan dalam pengelolaan aset negara, sekaligus menegakkan supremasi hukum yang berpihak kepada rakyat. (TIM/Red)

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)